Oleh: Febri
Praktisi pendidikan
“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.” Kalimat ini sudah lama kita dengar, namun tampaknya lebih dari sekadar slogan, karena dalam realitasnya, nasib guru terutama dalam hal kesejahteraan masih jauh dari kata layak. Salah satu ironi terbesar adalah tidak adanya kenaikan tunjangan fungsional bagi guru dan kepala sekolah selama hampir 18 tahun terakhir.
Tidak Beranjak Sejak 2007
Tunjangan fungsional guru dan kepala sekolah terakhir kali diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 108 Tahun 2007, yang menetapkan besaran tunjangan berdasarkan golongan. Sejak saat itu, nominalnya tidak pernah disesuaikan meskipun harga kebutuhan hidup terus meningkat setiap tahun.
Bayangkan, tunjangan sebesar Rp286.000 untuk golongan II, Rp327.000 untuk golongan III, dan Rp389.000 untuk golongan IV masih menjadi acuan hingga hari ini, di tahun 2025. Sementara itu, inflasi nasional telah melonjak lebih dari 100% dalam rentang waktu tersebut.
Kepala Sekolah Juga Terdampak
Sebagai manajer pendidikan di tingkat satuan pendidikan, kepala sekolah memikul beban manajerial, administratif, dan tanggung jawab moral yang besar. Namun ironisnya, kepala sekolah juga tidak mendapatkan tambahan tunjangan fungsional yang layak dari pusat. Mereka hanya mengandalkan tunjangan sertifikasi (jika bersertifikat) dan honor-honor non-reguler lainnya yang tidak merata di seluruh Indonesia.
Kontras dengan Beban Kerja
Di saat guru dan kepala sekolah dituntut berinovasi, mendidik dengan teknologi, menumbuhkan karakter peserta didik, hingga melaporkan keuangan dan administrasi berbasis digital, tidak ada penyesuaian penghargaan yang sepadan secara finansial. Kondisi ini berpotensi menurunkan motivasi, terutama di daerah-daerah yang minim perhatian pemerintah daerah terhadap tunjangan tambahan seperti TPP (Tunjangan Penghasilan Pegawai).
Langkah Positif Beberapa Daerah
Sebagai catatan, beberapa daerah seperti Kota Palembang dan DKI Jakarta sudah memulai langkah terobosan. Di Palembang, kepala sekolah akan mendapatkan TPP hingga Rp5 juta per bulan mulai tahun 2025. Di DKI, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) diberikan berdasarkan evaluasi kinerja. Namun, daerah-daerah lain masih tertinggal dalam upaya ini.
Harapan ke Depan
Tahun 2025 seharusnya menjadi momentum evaluasi. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kementerian PANRB sudah saatnya: Meninjau kembali besaran tunjangan fungsional melalui revisi Perpres,
Menyesuaikan insentif kepala sekolah dengan beban manajerialnya,
Mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran TPP secara merata dan adil,
Penutup
Guru dan kepala sekolah adalah fondasi utama sistem pendidikan. Sudah waktunya kesejahteraan mereka mendapat perhatian setara dengan beban dan jasa yang mereka berikan. Delapan belas tahun tanpa kenaikan tunjangan fungsional bukan hanya statistik—itu adalah gambaran nyata dari betapa lambannya perhatian negara terhadap para pendidik di garis depan.
Semoga tulisan ini menjadi pengingat dan dorongan bagi para pemangku kebijakan untuk memperbaiki ketimpangan yang sudah terlalu lama dibiarkan.